Bersyukur “Maria O. Syukur” Juara 2

Potensi akademik peserta didik ‘tidak boleh dikubur’. Kemampuan semacam itu perlu diasah secara teratur. Guru, hemat saya punya tugas untuk ‘mendorong proses perkembangan’ talenta akdemik itu. Saya sangat yakin bahwa jika guru tak lalai dalam ‘mengasah pedang akademik peserta didik’, maka tinggal menunggu waktu, kita ‘memanen’ hasil yang sangat menggembirakan.

Kecerdasan intelektual itu, bukan ‘jatuh begitu saja’ dari langit, tetapi resultante dari serangkain proses pendidikan dan latihan yang kontinyu dan regular. Sekolah dalam pelbagai tingkatan merupakan ‘wadah’ pembentukan aspek intelektualitas para insan muda.

Selain ‘menyuplai ilmu’ secara reguler dalam ruangan kelas, lembaga pendidikan juga menyiapkan beberapa instrumen ideal untuk mengasah ‘pedang akdemik-intelektual’ para siswa. Untuk itu, pihak lembaga tak pernah lelah dan jeda ‘mendorong’ anak didik untuk coba mengoptimalkan aneka wahana dan peluang pengaktualisasian potensi akademik tersebut.

Aktivitas perlombaan dalam bidang akademik seperti Lomba Pidato, baik yang diselenggarakan oleh sekolah maupun oleh lembaga non sekolah, bisa dilihat sebagai salah satu sarana untuk ‘mempertajam’ dimensi rasionalitas peserta didik tersebut.

Para siswa ‘dibimbing’ untuk berlatih menuangkan gagasan secara sistematis baik secara lisan maupun tulisan. Mereka bisa mengekspresikan ‘kegelisahan intelektual’ mereka secara kreatif. Ide-ide bernas yang mungkin masih ‘mengendap di benak’, bisa disalurkan melalui beragam argumentasi.

Meski demikian, para guru diharapkan untuk membantu mereka dalam menyusun teks pidato dan menyampaikan argumen secara runtut ketika menyampaikan pendapat secara lisan. Setidaknya, para siswa mendapat pengetahuan dan keterampilan praktis bagaimana ‘menata ide’ secara baik yang dituangkan dalam sebuah ‘teks’ dan diungkapkan dengan penuh percaya diri di hadapan audiens.

Membaca, berdiskusi (berdebat), berefleksi (menulis) merupakan tiga aktivitas khas kaum terpelajar (homo academicus). Tidak ada cara lain untuk ‘meningkatkan’ kompetensi berbahasa (verbal dan non-verbal), selain dengan aktif dan serius berlatih melalui pelbagai kegiatan akademik di sekolah.

Karena itu, saya coba ‘menstimulasi’ kegairahan peserta didik untuk menghidupakan budaya akademik di sekolah. Program ‘pembangkitan’ spirit intelektualitas itu, coba dikemas dalam bentuk ‘kompetisi (lomba)’ agar kita ‘terpacu’ untuk mengaktualisasikan potensi akdemik tersebut.

Kebetulan pada momen peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2025, Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Visi Indonesia (LSM WVI) yang concern terhadap isu perkembangan (kognitif) anak, menyiapkan ruang bagi siswa (dari SD sampai SMA/SMK) untuk mengaktualisasikan potensi akademik itu, melalui Lomba Pidato. SMK Stella Maris mengutus ‘duta terbaiknya’ dalam mengikuti event ini. Kompetisi itu sudah digelar pada tanggal 30 April yang lalu.

Maria Oktaviani Syukur, didaulat untuk ‘mewakili’ sekolah kejuruan swasta ini. Beliau berhasil ‘menarik’ perhatian kami dalam sebuah proses seleksi yang amat ketat. Saya diminta oleh pihak sekolah untuk ‘mendampingi’ anak ini. Hasilnya adalah perwakilan Stella Maris raih podium II dalam ajang tersebut.

Judul pidatonya adalah “Selamatkan Bumi dengan Menanam Pohon’. Sesuai permintaan panitia, metode yang digunakan oleh peserta adalah ‘pidato tanpa teks atau menghafal’. Kesan saya, Maria O. Sukur ‘menguasai’ teks yang digarapnya dengan sangat baik. Hanya saja, mungkin karena sedikit ‘demam panggung’, beliau agak ‘kerepotan’ untuk memperlihatkan penampilan terbaik di bagian akhir. Dari sisi ‘kelancaran’ dalam menghafal teks, tentu hal itu bisa ‘mengurangi poin’.

Tetapi saya bersykur sebab Maria O. Syukur sudah tampil maksimal dan keluar sebagai pemenang kedua dari 10 SMA/SMK di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) ini. Setidaknya, kerja keras dan pengorbanan dari anak ini dan saya sebagai ‘pendamping’, tidak terlalu mengecewakan.

Dalam dan melalui kegiatan perlombaan ini, WVI mengajak kita untuk tidak terjebak dalam ‘seremonialisme’ yang sesaat dan dangkal dalam menyambut Hardiknas itu. Sebaliknya, kita mau ‘berenang’ ke kolam yang lebih dalam melalui perahu perlombaan akademik.

Saya kira, tujuan utama dari Perlombaan ini adalah mengasah kemapuan berpikir yang termanifestasi dalam hal berbahasa siswa baik tulisan maupun lisan. Dalam dan melalui kegiatan ini, para siswa diharapkan antusias ‘terlibat’ dalam kegiatan mengungkapkan dan menyalurkan gagasan melalui aktivitas berpidato.

Selain itu, beberapa tujuan lain, yang masih berhubungan dengan ‘tujuan utama’ itu adalah sebagai berikut. Pertama, mengakarkan budaya literasi di lingkungan sekolah. Kedua, para sisiwa ‘jatuh cinta’ dengan makhluk literasi. Ketiga, membangkitkan ‘minat baca’ siswa dan guru yang semakin lesu saat ini.*SJ-Media Center.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru

Info Terbaru

Karya Tulis

Opini

Statistik Kunjungan

Name
Age
Phone
🟢 Online Users
0
📊 Today's Visitors
1
📊 Today's Visits
3
📊 Yesterday's Visitors
18
📊 Yesterday's Visits
49
📊 Total Visitors
25549
📊 Total Visits
51727